Jumat, 22 Januari 2010

. . .

"aku mencintaimu.."
"apa? mencintaiku? bohong.."
"sungguh.."
"lalu mengapa kau sejahat itu?"
"well, itu tanda cintaku.."
"berarti aku ini cintamu?"
"iya sayang..kamu cintaku..sudah jelaskan? aku mencintaimu meski.."
"cintamu menyakitiku.." Aku memotong pembicaraannya, aku terlalu lelah untuk berdebat masalah ini. Yang aku tau, ia akan terus mengelak dengan segala alasan yang akan ia keluarkan dari bibirnya. Sudah cukup, aku tak bisa mencintainya. Ia diam, tak mengeluarkan sepatah kata pun, logikanya jika ia mencintaiku bagaimana tega ia menyakitiku seperti itu? Cinta itu memberi dan menjaga, bukan meminta dan menyakiti 'kan?
Aku masih menanti suaranya, semenit, dua menit, aku masih setia berdiri di hadapannya. Aku menatap wajahnya, dan tersenyum kecil. Aku sungguh tak menyangka kemarin aku masih mencintainya, tiba-tiba detik ini perasaan itu bagai hilang tak berbekas. Aku bahkan tak menangis ketika aku memutuskan tuk meninggalkannya. Pikiranku terbawa ke masa dua tahun yang lalu di kelas 1, ketika aku naksir padanya, aku mulai bersahabat dengannya selama 2 tahun, dan pernah menjadi kekasihnya selama 3 bulan (kira-kira) hingga sedetik yang lalu, dan sekarang aku tak mencintainya lagi, dan yah berfikir akan menjadikannya temanku saja..
"aku minta maaf.." akhirnya kau bersuara juga bung!
"apa?"
"aku minta maaf telah menyakitimu cintaku..aku.."
"bisa kau hentikan rayuanmu? aku muak.."
"oke..aku minta maaf..aku takkan mengulangi kesalahanku lagi..aku berjanji padamu..aku berjanji.."
"ini janji mu yang ke sekian kali bung! apa kau lupa kau pernah menyakitiku sedalam ini dulu? dan aku memaafkanmu..ketika kau memilikiku, kau memiliki seluruh kepercayaanku..ketika sakit yang pertama, jujur saja, setengah kepercayaanku sudah hilang..sekarang? malah tak berbekas..kau sudah mengecewakan aku.."
"aku mengerti..aku akan mencoba mengembalikan kepercayaanmu padaku, aku mohon..kita bisa kan kembali seperti dulu? kau tau sendiri aku sangat mencintaimu.."
"maafkan aku, aku sudah kecewa..aku tak mencintaimu lagi, kau harusnya tau itu.."
"secepat itu kau berhenti mencintaiku? semudah itu?"
"semudah kau menyakitiku bukan?"
Ia terdiam, lama sekali. Aku memutuskan untuk pergi. Aku sudah yakin dengan segala keputusanku, di ujung jalan sana ada sahabatku dan abangku menantiku dengan senyuman mereka. Aku akan melangkah ke depan, tanpa kamu. Kamu yang sudah tega melukaiku dengan cintamu. Sudah, itu sudah cukup untukku. Buku itu sudah benar benar akan tertutup. Ini tamat, bukan bersambung. Aku sudah punya satu buku lain, yang tetap ku buka, itu buku yang bersambung, hanya aku yang tau siapa sesungguhnya pemilik buku itu. Tapi, buku ku denganmu bung, takkan aku buang. Tak ada yang perlu di buang, itu hanya pelajaran hidup dan pelajaran harus dari kacamata mana kau memahami cinta..

0 komentar:

Posting Komentar